PNEUMOTHORAKS
S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2012-2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas limpahan rahmat dan
berkahnya yang diberikan kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
yang berjudul “PNEUMOTHORAKS”. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah
Sistem Respirasi.
Terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses
penyusunan makalah ini baik yang terlibat secara langsung maupun yang tidak.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan
yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
para pembaca sangat kami harapkan agar terciptanya makalah yang lebih baik
lagi.
Jakarta Selatan, Oktober 2012
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pneumothoraks merupakan
keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura,
sebagai akibat dari proses penyakit atau cidera. Pneumotoraks didefinisikan
sebagai adanya udara didalam cavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada
orang sehat selalu negative untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan
berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8
cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan Umum
Diharapkan
setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui mengenai penyakit pneumonia dan cara pencegahannya.
Tujuan
Khusus
Diharapkan
setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui:
1. Definisi
dari pneumothoraks
2. Bagaimana tanda dan gejala pneumothoraks
3. Serta
mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumothoraks
BAB II
PEMBAHASAN
PNEUMOTHORAKS
DEFINISI
Pneumothoraks
adalah akumulasi udara didalam rongga pleura dengan klolaps paru
sekunder Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam
rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya
paru-paru leluasa mengembang terhadap ronggathorak
ETIOLOGI
ETIOLOGI
Klasifikasi berdasarkan penyebab pneumothoraks :
Pneumothorak spontan primer ( PSP )
-
Tidak ada riwayat penyakit paru sebelumnya
-
Tidak ada riwayat trauma
-
Biasanya terjadi pada umur 18-40 tahun
-
Biasanya terjadi pada saat istirahat
Pneumothoraks spontan sekunder ( PSS )
-
Karena penyakit paru yang mendasari ( TBC, PPOK,
Asma Broncial, Pneumonia, Tumor Paru, dll ).
Pneumothoraks Traumatik Latrogenik
-
Karena komplikasi tindakan medis ( penggunaan
ventilastor )
- Aksidental ( tidak sengaja ) parasentesis dada, biopsy pleura, barotraumas,
dll.
- Artificial (sengaja) mengisi udara pada capitas pleura.mis: pada terapi TBC
Pneumothoraks Traumatik bukan Latrogenik
-
Karena lesi kecelakaan. mis: lesi dinding dada
baik terbuka maupun tertutup, barotraumas dll.
Berdasarkan jenis fistula :
Tertutup ( simple )
-
Tekanan udara pada sisi hemothorak kontralateral
kurang dari tekanan udara di cavitas pleura kurang dari tekanan udara atmosfir.
-
Tidak terdapat defek atau luka terbuka pada
dinding dada
Terbuka ( open )
-
Karena luka terbuka pada dinding dada agar udara
dapat keluar lewat luka tersebut saat inspirasi.
-
Keadaan mediastinum: saat inspirasi normal, saat
ekspirasi bergeser kedinding dada yang terluka.
Tension pneumothoraks (pneumothoraks ventil)
-
Akibat mekanisme cek velve agar saat inspirasi
udara masuk ke cavitas pleura, saat ekspirasi udara tidak bisa keluar.
PATOFISIOLOGI
Pneumothoraks terjadi karena mekanisme ceheck velve yaitu pada saat inspirasi
udara masuk kedalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga
pleura tidak dapat keluar. Semakin lama udara dalam rongga pleura akan
meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang yang terkumpul dalam rongga
pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Tekanan
dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,mediastinum
tergeser ke sisi yang lebih sehat dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium
kanan. Pada foto thoraks terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral
dan diafraghma tertekan ke bawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini
dapat mengakibatkan fungsi pernapasan sangat terganggu, yang harus segera
ditangani.
MANIFESTASI KLINIS
Ada dua mekanisme yang menyebabkan tidak adekuatnya suplai oksigen ke
jaringan pada pneumothoraks.
a.
Paru yang mengalami pneumothoraks kolaps dan
paru sebelahnya terkompresi sehingga tidak bisa melakukan pertukaran gas secara
efektif, terjadi hipoksemia yang selanjutnya menyebabkan hipoksia.
b.
Tekanan udara yang tinggi pada pneumothoraks
mendesak jantung dan pembuluh darah besar. Pendorongan vena cava superior dan
inferior menyebabkan darah yang kembali ke jantung berkurang sehingga cardiac
output juga berkurang. Akibatnya perfusi jaringan menurun dan terjadi hipoksia.
Temuan awal:
1.
Sesak napas
Akibat penurunan fungsi paru:
Menurunnya compliance paru yang mengalami pneumothoraks >> pertukaran
udara tidak adekuat >> hipoksemia >> hipoksia >> sesak napas
serta paru sebelahnya yang terdorong menyebabkan sesak napas. Selain itu
peningkatan kerja pernapasan : hipoksia >> takipneu >> sesak napas.
2.
Nyeri dada
Trauma dada >> peregangan pleura >> nyeri trauma dada >>
kerusakan jaringan >> implus nyeri pada daerah yang luka ( kulit, otot ).
3.
Takikardia
Tension pneumothoraks >> hipoksia >> kompensasi tubuh >>
sistem saraf simpatis >> takikardia
4.
Takipneu
Tension pneumothoraks >> hipoksia >> kompensasi tubuh >>
sistem saraf simpatis >> takipneu
5.
Perkusi hipersonor
Akumulasi udara dalam rongga pleura >> suara yang lebih nyaring saat
diperkusi/hipersonor ( udara merupakan penghantar gelombang suara yang baik )
6.
Suara napas lemah sampai hilang
Suara napas adalah suara yang terdengar akibat udara yang keluar masuk paru
saat bernapas. Kolaps >> pertukaran udara tidak berjalan baik >>
suara napas berkurang atau hilang
Temuan Lanjut
1.
Penurunan kesadaran
Hipoksia yang terus berlanjut >> kurangnya suplai oksigen ke otak
>> gangguan fungsi otak >> penurunan kesadaran.
2.
Trakea terdorong ( deviasi trachea )
Menjauhi paru yang mengalami tension pneumothoraks : tension pneumothoraks
>> tekanan udara yang tinggi >> menekan ke segala arah sehingga
trachea terdorong kearah kontralateral.
3.
Distensi vena leher ( bisa terjadi bila
hipotensi berat )
Tension pneumothoraks >> penekanan vena cava superior >>
tahanan darah yang kembali ke jantung >> JVP meningkat >> vena
leher terdistensi
4.
Hipotensi
Tension pneumothoraks >> penekanan jantung dan vena cava superior dan
inferior >> darah yang kembali ke jantung berkurang >> cardiac
output berkurang sehingga tekanan darah turun ( hipotensi akibat syok
obstruktif )
5.
Sianosis
Tension pneumothoraks dan pertukaran udara yang tidak adekuat >>
darah mengandung sedikit oksigen >> pewarnaan yang kebiruan pada darah
sehingga tampak warna kebiruan pada kulit dan mukosa.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
Sinar X dada
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleural; dapat menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal
b.
GDA
c.
Torasentesis
Menyatakan darah/cairan sero sanguinosa
d.
Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis tension
pneumothorax ditegakkan secra klinis, dan terapi tidak boleh terlambat oleh
karena menunggu konfirmasi radiologis.
Anamnesis
Riwayat trauma
Mekanisme trauma
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: dada cembung pada sisi yang sakit
Palpasi: Fremitus turun sampai hilang
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi: Suara napas lemah sampai hilang
Temuan Awal
Nyeri dada, sesak napas, cemas, takikardia, takipneu, hipersonor pada dada
yang sakit, suara napas yang mlemah sampai menghilang
Temuan lanjut
Penurunan kesadaran, deviasi trakea ke arah kontralateral, hipotensi,
distensi vena leher, sianosis
DIAGNOSIS BANDING
KONDISI
|
PENILAIAN
|
Tension pneumothorax
|
• Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
|
Massive hemothorax
|
• ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
|
Cardiac tamponade
|
• Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal
|
PENATALAKSANAAN
Primary survey (ABCDE) yang
dilanjutkan dengan Resusitasi fungsi vital
Penilaian keadaan penderita dan prioritas
terapi berdasrkan jenis perlukaan, tanda tanda vital, dan mekanisme trauma.
Merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam
nyawa terlebih dahulu.
1.
Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas
yang disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula,
faktur laring atau trakea. Jaga jalan
nafas dengan jaw thrust atau chin lift, proteksi c-spine, bila perlu lakukan
pemasangan collar neck. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap
bahwa jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway
harus tetap dilakukan.
2.
Breathing:
gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi, tapi masih
ada nafas
Needle
decompression:
Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan
penaggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada
sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini
akan mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks sederhana. Evaluasi
ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan
selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 ( setinggi puting susu) di anterior
garis midaksilaris.Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada sela iga ke
2 di midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara lain tidak
masuk >> nanti
lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai RS
Prinsip
dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter ke dalam rongga pleura,
sehingga menyediakan jalur bagia udara untuk keluar dan mengurangi tekanan yang
terus bertambah. Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif
untuk tension pneumothorax, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan
sedikit mengembalikan fungsi kardiopulmoner.
Pemberian
Oksigen
3.
Circulation
: (takikardia, hipotensi)
Kontrol
perdarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat untuk
menghindari parahnya tension pneumothoraks
Pemasangan IV
line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat 39 derajat celcius).
4.
Disability :
nilai GSC daan reaksi pupil
Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
5.
Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai kebutuhan atau
yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan.
6.
Pengelolaan
selama transportasi :
Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri
Bantuan
kardiorespirasi bila perlu
Pemberian
darah bila perlu
Pemberian
obat sesuai intruksi dokter >> analgesic
jangan diberikan karena bisa membiaskan simptom
Dokumentasi
selama perjalanan
Pneumothoraks
Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed
drainage, merupakan tatalaksana definitif tension pneumothorax)
WSD >> sebagai alat diagnostic,
terapik, dan follow up >> mengevakuasi darah atau udara
sehingga pengembangan paru maksimal >> lalu lakukan monitoring
Penyulit >> perdarahan dan infeksi atau super infeksi
Teknik pemasangan :
1.
Bila mungkin
pasien dalam posisi duduk/ setengah duduk/ tiduran dengan sedikit miring ke
sisi yang sehat
2.
Tentukan tempat untuk pemasangan WSD. Di kanan pada sela iga ke-7 atau
ke-8.
3.
Tentukan
kira-kira tebal dinding thoraks
4.
Secara
streril diberi tanda pada selang WSD dari lubang terakhir sela WSD setebal
dinding thoraks; mis dengan ikatan benang
5.
Cuci tempat
yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan cairan antiseptic
6.
Tutup
dengan duk steril
7.
Daerah
tempat masuk selang WSD dan sekitarnya dianestesi local di atas tepi iga secara
infiltrasi dan blok (berkas neurovaskular)
8.
Insisi kulit subkutis dan otot dada di tengah sela iga
9.
Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura
10. Dengan klem arteri lurus lubang di perlebar secara tumpul
11. Selang WSD
diklem dengan arteri klem dan di dorong masuk ke rongga pleura dengan sedikit
tekanan
12. Fiksasi
selang WSD sesuai dengan tanda tadi
13. Daerah luka
dibersihkan dan diberi salep steril agar kedap udara
14. Selang WSD
disambung dengan botol WSD steril
15. Bila mungkin
pasang penghisap kontinu dengan tekanan -24 sampai -32 cm H2O
Prinsip dasar tatalaksana pneumotoraks adalah untuk mengevakuasi ronga
pleura, menutup kebocoran, dan mencegah atau mengurangi risiko
Pilihan terapi
Observasi
Aspirasi
sederhana
Tube
thoracostomy/WSD (Simple; Continuous suction)
Pleurodesis
Thoracoscopy
Operasi
KOMPLIKASI
Gagal napas
akut (3-5%)
Komplikasi tube torakostomi >> lesi pada nervus interkostales
Henti
jantung-paru
Infeksi
sekunder dari penggunaan WSD
Kematian
timbul
cairan intra pleura, misalnya.
- Pneumothoraks disertai efusi
pleura : eksudat, pus.
- Pneumothoraks disertai darah :
hemathotoraks.
syok
Kesimpulan
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru dengan batas paru berupa garis radioopak tipis berasal dari pleura viresal.
Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu juga iga lebih lebar.
Apabila udara terkumpul dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar maka akan mendesak mediastinum kearah paru yang sehat (kearah kontralateral)
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru dengan batas paru berupa garis radioopak tipis berasal dari pleura viresal.
Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu juga iga lebih lebar.
Apabila udara terkumpul dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar maka akan mendesak mediastinum kearah paru yang sehat (kearah kontralateral)
DAFTAR PUSTAKA
Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar ilmu penykit paru. Surabaya :
Airlangga University Press
Bosswick, John A., Jr. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien edisi 3. Jakarta : penerbit
Buku Kedokteran EGC
http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2009/04/pneumothoraks.html
0 comments:
Post a Comment